| Monday, December 24, 2007 |
|
Tahun 2007 Hampir Usai, Tarik Nafaaass!!! |
TANGGAL 2 September adalah tanggal terakhir saya nulis di blog ini. Lama sekali. Kemana saja saya?? Saya sendiri bingung mau bilang saja. Tapi satu alasan yang bisa saya utarakan -di antara berjuta alasan gawat lainnya- adalah lantaran kantor saya yang sebentar lagi konon mau berbasis IT itu masih miskin bandwitdh sedang saya lebih sreg kalo posting di blog ndak mutu ini di kantor sembari tenguk-tenguk nunggu jam pulang (ini korupsi tho? korupsi bandwitdh??).
Tahu-tahu tanggalan di kalender sudah harus diganti lagi. Bentar lagi masuk ke tahun 2008. Dua Ribu Delapan. Saya bukan peramal atau orang yang tanggap ing sasmita, apalagi orang yang mumpuni ilmu katuranggan dan ngiman supingi! Bukan tapi saya berani bilang, jangan berdoa tahun depan tidak ada masalah.
Karena yang namanya masalah itu ya berbanding lurus dengan kehidupan. Selama hidup ya anda semua bakal kena masalah. Wis tho ndak usah konfirmasi ke penasihat spiritual sampeyan, memang begitulah kenyataannya..
Sebagaimana biasa saya akan bikin resolusi bukan revolusi -karena saat ini kata revolusi juga sudah mulai bau duit, kaus-kaus bertuliskan revolusi dan tetek bengeknya kan sudah jadi barang jualan- yang pastinya ndak terlalu ngaruh di negara ya mawut-mawut seperti Endonesia kita tercinta ini.
Apa ya resolusi saya kali ini? Jangan yang muluk-muluk ah! Saya kan suka lupa dan melupakan. Selain mood-mood-an saya ini orangnya suka mut-mutan... Tentunya dengan bini. Halah...
Entah bagaimana nasib blog saya tahun 2008 nanti. Semoga masih tetep hidup dan lebih lagi semoga saya punya waktu luang. (Iri saya dengan temen saya ini yang masih punya banyak waktu luang, bukan begitu, bung??)
Yang jelas di tahun 2008 delapan nanti saya janji akan lebih sering mandi karena belakangan gerundelan istri saya lantaran saya tidak mandi berujung ke pertengkaran. Menyedihkan memang di usia saya yang kini lewat seperempat abad saya masih susah untuk mandi.
Terus, saya berniat untuk mencoba tren baru -minimal hal yang baru buat saya- yaitu sisir. Sisir, jungkat atau apalah nama yang anda berikan untuk alat merapikan rambut. Tentunya nantinya saya harus konfirmasi ke tukang pangkas rambut langganan saya agar tidak lagi memotong rambut saya dengan gaya "terserah kau sajalah yang penting aku tak perlu sisiran kalo mau kemana-mana".
Old & New Party-nya mo kemana, pay?
Akan halnya itu saya Insya Allah pas malam tahun baru nanti kami hanya akan klekaran beralaskan karpet di depan televisi yang dilengkapi dengan 18 channel dan nyamikan ndeso semacam terang bulan atau martabak dan kacang sukro. Ndak keren memang tapi klekaran begini minimal bisa merangsang agar hubungan saya dan bini makin, makin dan makin erat lagi....
Lagi pula dengan ngglethak di karpet, ranjang bisa ngaso dulu.... Huahahahaha!!
Lekoh!
Ya sudah... nikmati hidup anda, yang penting ingat kalo hidup itu sendiri tidak cuman sekedar buat mat-matan saja....
Selamat Tahun Baru 2008!!!! Labels: bini, blog, cinta, ndeso, sawang-sinawang hidup, sugih tanpa banda
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 3:51 AM  |
|
|
|
| Sunday, September 02, 2007 |
|
Jalan-jalan Ke Buli, Halmahera Timur |
HARI kamis lalu saya bersama kepala seksi saya dinas ke buli, sebuah desa di Kabupaten Halmahera Timur. Tujuan kami tak lain tentu saja hanya mau melakukan pemeriksaan sebuah perusahaan tambang di sana. Berikut ini ceritanya.

Buli, adalah desa yang hadir dan berkembang karena adanya perusahaan tambang disana. Penduduknya multi etnis, baik penduduk asli, pendatang dari ternate, bugis, buton, gorontalo, jawa dan tentu saja etnis tionghoa ada disana. Untuk ukuran Indonesia Timur, buli termasuk rame. Tapi untuk ukuran sampeyan yang tinggal di jawa, buli itu neraka.

Ya, pusat keramaian di buli hanya pasar yang buka jam 9 pagi hingga jam 7 malam. Jalanan yang becek. Dan tentunya sepi.
Jam setengah 11 pagi hari kamis saya dan bos saya berangkat ke Buli menggunakan pesawat Trigana Air. Perjalanan hanya 20 menit. Alhamdulillah cuaca lagi cerah. Turun dari pesawat, feeling saya mulai gak enak. Bayangkan saja kalo sampeyan turun di pesawat kayak turun dari angkot pas musim hujan. Bandara apa ini? Kok becek???
Celana dan sepatu saya penuh lumpur. Ponsel saya hanya menunjukkan satu - dua bar tanda daerah bandara Buli ini miskin sinyal. Saya dan Kasi saya benar-benar buta arah dan transportasi menuju daerah tambang yang kami periksa. Beruntung kami berjumpa dengan (sebut saja) BapakMaman Sumaman, pegawai PT Aneka Tambang yang kebetulan sedang menjemput tamu.
Dengan bahasa sunda yang terpatah-patah saya mencoba menanyakan kemungkina transportasi yang paling efektif menuju Perusahaan Tambang yang hendak kami periksa. Efek Psikologis yang saya harapkan terjadi juga.
Begini, menurut sampeyan nama Maman Sumaman yang terpampang di name tag itu nama orang mana? Otak saya langsung menangkap bahwa nama seperti itu atau Dadang Sudadang atau Cecep Gorbacep adalah orang sunda. Dan seperti jutaan perantau lainnya akan sangat senang jika perasaan kerinduan akan kampung halaman ada yang menyentuhnya. Hasilnya?
"Bapak naik bis bandara dulu nanti mintya turun di PT Antam, dari sana saya akan antar Bapak-bapak. Soalnya mobil kami penuh jadi kita bertemu di sana saja, Oke, Pak?"
Senyum saya melebar...

BULI, Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur adalah sebuah desa kecil yang termasuk rame untuk ukuran desa di pulau Halmahera. Saya akui saya berharap terlalu banyak saat hendak berkunjung kesana. Saya terlalu antusias dengan kata "rame".
Transportasi darat adalah cobaan terberat saat saya bersama Kasi saya yang telah saya tulis di sini. Hanya mobil-mobil yang terpilih yang bisa bertahan di jalur darat Buli yang semuanya bagai jalur off road. Mobil yang paling banyak saya jumpai disini adalah mobil Mitsubishi Strada. Ya, butuh performa mesin yang bukan main-main untuk bisa melalui jalanan di sana.
Lebih terkejut lagi ketika saya sampai di pusat kota Buli dimana mobil yang dipakai untuk transportasi umum antar kota seperti Buli - Subaim - Sofifi (calon Ibukota Propinsi Maluku Utara) kebanyakan bernilai 500 juta ke atas! Jarak Buli dengan Subaim yang berjarak kurang lebih 40 km harus ditempuh selama 4 jam!! Bayangkan jika sampeyan menggunakan mobil ceper bermesin melempem?!
Ongkos mobilnya juga gak baen-baen. Untuk trayek Buli - Subaim kita harus merogoh kocek Rp. 200 ribu! 40 km seharga 200 ribu??? Dan Subaim - Sofifi harus keluar uang kurang lebih 300 ribu lagi itupun harus ditempuh selama 5 jam pula!

Perjalanan darat adalah alternatif kami berdua untuk pulang ke ternate karena penerbangan baru ada hari selasa minggu depan. Dari Buli kami berencana Ke Subaim lalu nyambung ke Sofifi. Dari Sofifi kami berencana naik speed boat menuju Ternate. What a plan!
Anda mengeluh jalanan berlubang atau rusak? Ndak malu sama penduduk pedalaman? Kita sama-sama orang Endonesia lho....Labels: moderen, ndeso, pajak, sawang-sinawang hidup
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 12:03 AM  |
|
|
|
| Thursday, July 26, 2007 |
|
Pejabat Coret Mental Gembel |
Kadang saya bingung dengan diri saya (tentu saja orang lain pun sering bingung tentang saya). Di satu sisi kadang kalanya saya anti dengan hal-hal yang bersifat darurat, tapi saya juga sering kali bertingkah macam gembel. Percaya atau tidak saya sering sekali tidur di kantor. baik sekedar untuk lembur atau memang lagi ndak mau pulang ke rumah (toh saya ini bujang geografis).
Saya kok jadi sering ngelamun, seandainya saya kerja di hotel tentunya minimal bisa menikmati kasur yang enak di kantor sendiri. Ah sekedar angan-angan.
Bagaimanakah saya tidur di kantor saya?
Tentunya di kantor saya tidak ada yang namanya tempat tidur. Jadi tidur di kasur sudah sangat jarang saya lakukan. Jika saya dipasrahi kunci ruang server tentunya akan nikmat karena bisa molor di atas karpet (agak) tebel dan AC yang sejuk. Kalo tidak?
Kantor saya ini kantor darurat, karena bangunan yang lama sedang di bangun kembali setelah dianggap tidak layak untuk digunakan. Nah di kantor sementara yang dulunya bekas minimarket ini, tak ada musholla! Ya, kantor memang dekat dengan masjid jadi buat apa bikin mushola. Nah biasanya kan (dimana-mana) yang namanya musholla kantor akan menjadi tempat pelarian paling nyaman untuk tidur-tiduran siang meluruskan pinggang meski sudah ada larangan tidur di situ.
Jadi di kantor saya tidur beralaskan kardus bekas, potongan karpet sisa atau bahkan kertas koran bekas!!!!
Alhamdulillahnya saya dianugerahi kemampuan untuk tidur dimana saja (mengingat saya pernah ketiduran di kamar mandi) jadi tidur di kantor tetap ada nikmat-nikmatnya buat saya.
Dimana tho nikmatnya mas?
daripada ketiduran dengan posisi duduk, tidur di atas koran tentunya akan lebih nikmat. Daripada insomnia kayak hobinya bini saya, tidur di atas kursi lipat yang disusun sedemikian rupa tentunya bagaikan mukjizat!
Omong-omong soal tidur dengan kursi lipat, postur tinggi tubuh saya ternyata bisa muat tidur dengan nyaman hanya dengan dua buah kursi lipat!! Sebuah prestasi membanggakan? Tidak juga, namun saya seringnya suka senyum-senyum geli memikirkan betapa baiknya Gusti Allah sama saya....
Bagaimana tidur sampeyan tadi malam? Labels: ahli, ndeso, penampilan, sawang-sinawang hidup, sugih tanpa banda
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 1:21 PM  |
|
|
|
| Wednesday, July 25, 2007 |
|
(lagi) Kekerasan di IPDN |
Gak gumun. Gak ngungun. Serius, kok saya gak kaget sama sekali ketika kemarin mendengar berita tentang penganiayaan yang dilakukan oleh para praja tingkat III IPDN terhadap seorang tukang ojek sampai akhirnya korban meninggal dunia. Ya, sebagai orang yang pernah mengenyam pendidikan gratis dari pemerintah di sini, saya kadung sebel! gaya sok-jagoan begini kan gak ada faedahnya sama sekali. Oke lah kalo mo sok jago di dalam kandang, ndak papa kok sok senior! Sok senior disini ya dengan cara lebih sering nraktir makan, bagi-bagi rokok, atau ndobos tentang masa depan di dunia kerja nanti. Lha nek sok jagoannya dengan cara adigang adigung adiguna ya saya ndak ikut-ikutan!

Di dalam kampus saja yang toh nantinya akan menjadi lulusan dengan pangkat dan golongan yang sama (hanya beda masa kerja jika menyangkut junior-senior) sudah begitu parahnya, lha bagaimana nanti di dunia kerja? Bagaimana juga nanti dalam melayani masyarakat?
Ada kenalan saya (yang saya benci) begitu ngantor di sebuah instansi pemda kampung saya kok ya jadi aneh. Tetangga saya yang sekantor sama dia sering cerita bagaimana soknya teman saya itu terhadap pegawai lain yang pangkat dan golongan serta tingkat pendidikannya lebih rendah darinya. Sedang kepada yang lebih tinggi malah over dalam hal nunduk-nunduk! Gombal Mukiyo tenan!!
Hidup kan cuman mampir ngombe tho? Mbok mari minum dari cawan kebijaksanaan sebanyak-banyaknya, bukan malah mendhem minum anggur sampai mabuk!
Ndak puas jadi jago kandang lalu mencoba melebarkan sayap ke luar kampus? Apapun alasannya kekerasan harus ditanggapi dengan bijak. Apapun penyebabnya, toh harus tetap pakai akal dan hati. Keroyokan tentunya bukan hal yang keren di mata perempuan, adik-adik semua!!!
Saya heran, kegiatan kampusnya ngapain aja sih? Jatah makanannya apa saja sih? Kok emosi tinggi semua???
"Mas, kalo sampeyan tiba-tiba didatangi orang gak dikenal yang minta rokok bagaimana, mas?" "Ya bilang kalo saya gak merokok!!" "Lha kalo mkaksa minta dibeliin rokok?" "Ya belikan saja..." "Kok gitu?" "Lha iya tho?? cuman rokok lho... bukan minta celurit atau minta dibeliin berlian kan?"
Sumber: Media Endonesia Gambar diambil dari sini. Labels: kekerasan, ndeso, pemerintah, sawang-sinawang hidup
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 1:15 PM  |
|
|
|
| Monday, July 16, 2007 |
|
Tim Arab Saudi dan Turunan Nabi |
Tadi siang saat makan siang di warung murah pinggir jalan saya bertemu dengan kenalan saya. Seperti biasa dia bertemu saya saat belum makan. Saya ajak dia makan, tapi ditolaknya halus. Saya langsung tersadar biarpun dia itu terkenal susah makan lantaran uang di dompetnya sangat minim, tapi dia juga terkenal ribet dalam urusan makan. Too picky.
Ya rupanya tempat makan langganan saya ini kurang memenuhi standar beliau.
Ya tempat ini juga tidak bisa juga disebut warung, wong hanya berupa gerobak makanan yang diletakkan di pinggir trotoar yang lalu di kanan kirinya ditutupi dengan kain bekas spanduk, ditambah sebuah meja dan beberapa kursi plastik, hupla!! jadilah sebuah warung.
Akhirnya saya membelikan sebungkus rokok untuk bekal teman saya yang nyentrik itu.
"Makasih, bang... heran... petugas pajak kok makannya kayak gembel!!"
Ceritanya beliau ini sedang ikut menjadi sukarelawan mengumpulkan dana sumbangan untuk para korban bencana alam meletusnya gunung gamkonora di kecamatan Ibu, Kabupaten Halamahera Barat.
"Wah. Sampeyan ini bener-bener hebat. Kemarin pas musim bola sampeyan keliling door to door minta sumbangan buat beli cat, spanduk dan bendera-bendera yang bahkan bukan bendera merah putih. Trus pas kapan itu saya liat sampeyan juga lagi berdiri di jalan meminta sumbangan kepada setiap kendaraan yang lewat untuk bantu-bantu bikin masjid. Lha kemarin sampeyan juga sibuk ngumpulin uang untuk beli bendera merah putih yang gedeeeeeeee banget wong pas momen-nya dengan piala asia..." ujar saya sambil mengunyah tempe goreng.
"Ya, namanya juga pengangguran, mas... Kalo gak nyari kesibukan nanti bisa stres dan gila! Lagian selain gila bola, saya kan juga merasa kasihan dengan masjid yang pembangunannya gak rampung-rampung atau para korban gunung gamkonora yang diurusi seadanya saja..." jawab beliau sambil menghisap rokok pemberian saya dalam-dalam.
"Hehehehe.. tapi Endonesia kalah itu lawab arab saudi..."
"Lho... wajar tho, mas kalo kalah! Kalo menang baru mengherankan..."
Saya agak kaget dengan cara beliau mengambil kesimpulan. Tapi lalu...
"Namanya juga arab, mas... turunan nabi! Ya hebat-hebat...."
Ini baru analisa yang hebat. Di otak saya, teori konspirasi yang ada cuman sebatas bahwa pertandingan antara endonesia vs arab saudi itu sengaja dimenangkan oleh arab karena kepentingan politis kemanusiaan. Tahu tho kalo wasitnya juga arab? Nah Negara para pemain yang melawan Bambang Pamungkas cs. dan negaranya wasit tersebut kan sama-sama direpotkan banyaknya TKI dan TKW.
Jadi Endonesia diancam kalo menang nantinya TKI dan TKW bakal diusir semua. (analisa ngawur ini adalah hasil sms antara saya dengan ipung dan bungky saat pertandingan tersebut berlangsung, dan tebakan saya 2-1 untuk arab benar!!!). Whe lha kok teman saya malah menganalisa kekalahan Tim Nas Endonesia lebih disebabkan karena Tim Arab Saudi itu turunan Nabi Muhammad!!!
Maaf saya belum bilang kalo teman saya ini agak-agak gila, tapi toh tidak membahayakan dan masih bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Iseng saya bertanya:
"Lha gampangan mana ngumpulin uang untuk pengungsi Gamkonora dan pembangunan masjid dibandingin dengan ngumpulin uang buat sepak bola?"
Jawabannya tentu sampeyan semua bisa menebaknya. Sepak Bola! Labels: ndeso
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 3:47 AM  |
|
|
|
| Sunday, July 15, 2007 |
|
Gejala Muntaber + Keracunan Obat = Cinta ?? |
Hidup itu penuh kejutan. Itu semua orang tahu. Makanya saya suka heran dengan orang yang bosan dengan hidupnya sendiri. Bosen dengan rutinitas bolehlah, tapi dengan hidup? Saat kemarin-kemarin saya bener-bener disibukkan dengan tumpukan dan timpukan pekerjaan tan ana kendate alias yang tak brenti-brenti, Eh Gusti Allah menyunggingkan senyum di bibir saya dan istri saya dengan cara yang unik.
God works in mysterious ways. Itu semua orang juga tahu. Tapi jarang yang mengaplikasikannya saat tertimpa musibah. Seringnya malah ngumpat-umpat yang jelas gak menyelesaikan apa-apa.
Ceritanya, bini saya yang masih terpisah jauh dengan suaminya itu merasa seperti mau flu. Flu adalah penyakit biasa bagi istri saya. Makanya bini saya langsung meminum obat flu langganannya.
Selang beberapa lama, perasaan kantuk saat bekerjapun datang. Oke, ngantuk saat kerja memang biasa. Yang ndak biasa adalah ternyata rasa itu bukan rasa kantuk tapi lantaran kelopak dan seluruh bagian wajah bini saya membengkak! Sehingga terasa berat layaknya orang mengantuk.
Apa kabar saya di ribuan kilometer jaraknya dari gorontalo?
Muntah. Buang Air Besar. Minum Air Putih. Mencoba Makan. Lalu, Muntah. Buang Air Besar. Minum Air Putih. Mencoba Makan. Lalu, Muntah. Buang Air Besar. Minum Air Putih. Mencoba Makan. Lalu, Muntah. Buang Air Besar. Minum Air Putih. Mencoba Makan. Lalu, Muntah. Buang Air Besar. Minum Air Putih. Mencoba Makan. Lalu, Muntah. Buang Air Besar. Minum Air Putih. Mencoba Makan.
Selama tiga hari!
Di tengah sakit saya, saya berpikir. Apakah wanita yang paling saya cintai bisa ikut merasakan apa yang saya rasakan di dalam dada saya saat ini???
Ya tentu saja bisa!!! Wong sama-sama sakit!!!
Istriku, MMS yang kau kirimkan itu memang mengingatkanku akan wajah TKW yang disiksa majikannya. Tapi aku kenal wajah di MMS itu. Itu Kamu, cinta! Aku mencintaimu.....
NB: Buat Bini, bisa gak berhenti ngirim MMS wajah bengkakmu sambil bertanya apakah aku tetap mencintaimu dengan kondisi seperti itu??? Mengerikan.... Huahahahaha
Labels: bini, cinta, ndeso
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 11:09 AM  |
|
|
|
| Saturday, April 21, 2007 |
|
Eman-eman Wanita-nya Umar Kayam |
Menyambut Hari Kartini, saya juga mau menuliskan tentang wanita. Namun berhubung akan sangat banyak orang yang menuliskannya, saya justru akan menuliskan salah satu esai milik Umar Kayam di buku Mangan Ora Mangan Kumpul yang merupakan kumpulan esai yang terbit mingguan di surat kabar Kedaulatan Rakyat.
Pengenalan singkat para tokoh akan saya buat seringkas mungkin. Umar Kayam yang diceritakan menjadi tokoh bernama Pak Ageng, mempunyai kitchen cabinet (begitu beliau menyebut keluarga yang membantunya untuk urusan pekerjaan rumah) yang terdiri dari Mister Rigen, Mrs. Nansiyem yang merupakan istri Mr. Rigen. Suami istri pembantu rumah tangga Pak Ageng ini diceritakan mempunyai anak bernama Beni Prakoso.
Silakan dibaca esai berjudul "Eman-eman Wanita" berikut ini. Mungkin ini postingan saya yang terpanjang. Harap sabar dan telaten.
Menunggu waktu makan siang pada hari Minggu kadang-kadang terasa amat panjangnya. Apalagi kalau tidak banyak yang kita lakukan pada waktu itu. Teve dengan acara rutin yang itu-itu saja, pekerjaan lemburan sedang kosong, utang penulisan makalah sudah lunas, tidak ada kawan yang datang untuk mengobrol. Maka sempurnalah kebosanan menguasai Minggu siang begitu.
Di dapur Ms. Nansiyem menggoreng tempe, Mr. Rigen sedang memarut kelapa, Beni Prakosa memetik daun bayem. Saya dapat menduga pastilah menu makan siang itu sayur bobor bayem, tempe goreng, sambel tempe bakar dan mungkin ayam goreng atau bandeng goreng. Hampir tidak mungkin mereka akan mencantumkan empal daging sapi pada siang itu. Wong tanggalnya sudah sangat tua bongkok, mana harga-harga di pasar sudah melangit. Melihat trio kitchen cabinet saya bekerja dengan rileks, terampil dan gembira begitu hati saya ikut senang juga. Apalagi suasana anatara mereka itu bolehnya rukun begitu, lho. Mongkok hati saya. Itu pertanda bahwa dari tubuh saya cukup kuat sinar wibawa, aura, yang mengayomi mereka memancar dengan kuatnya. Bukankah itu syarat utama bagi setiap orang yang ingin madeg menjadi raja yang baik?
"Kalian pasti sedang masak jangan bobor bayem. Dan tempe, dan sambel tempe bakar. Jangan lupa sambelnya diciprati minyak jlantah biar sedep dan gurih."
"Kok Bapak tepat sekali dugaannya, lho. Padahal pagi tadi Bapak tidak dawuh macam menu apa-apa, lho."
"Ya, apa susahnya nebak kalian masak pada tanggal tua begini. Kalian pasti tidak nggoreng empal to?"
"Wah, ketebak lagi, Pakne. Siang ini cuma nggoreng bandeng, kok, Pak."
"Nah, rak tenan! Ya sudah nggak papa. Asal jangan bobornya tidak kemanisan, sambel tempenya mlekoh jlantah-nya dan bandeng gorengnya kering."
"Sip, Pak Ageng. Siip." Dan si bedes cilik Beni Prakosa mengacung-acungkan jempolnya.
"Sip ki apa, Le?"
"Sip itu enak, Pak Ageng. Jangan bobol sip. Bandeng sip. Blongkos mboten sip."
Melihat Ms. Nansiyem cak-cek dengan terampilnya menggoreng tempe, menyaut sayuran lantas dicemplungkan ke dalam panci, menyaut lagi santan yang diperas suaminya dan keringat yang dleweran dari dahinya, sekali-kali menetes ke dalam lautan jangan bobor, tidak bisa lain bagi saya selain semangkin mengaguminya. Dapur memang wilayah kekuasaannya. Di situ dia dia menunjukkan wibawanya. Dan Mr. Rigen dan Beni Prakosa memang tak bisa lain selain menerima otoritas Ms. Nansiyem itu.
"Coba, Pak. Lari sebentar angkut jemuran itu. Kayaknya mau hujan itu."
Dan Mr. Rigen, direktur kitchen cabinet yang berwibawa itu, lari dengan tergopoh diikuti anaknya. Baru saja selesai melaksanakan tugas sang istri itu, datang lagi perintah yang lain.
"Cepat pergi ke Bu Arja, Pak. Beli lombok merah dan bawang merah buat nyambel. Beni nggak usah iku, di sini saja." Dan Beni yang sudah siap bonceng bapaknya mulai membik-membik mau nangis.
"Heisj, nggak usah nangis. Katanya sudah lebih tiga tahun!" Dan suara Ms. Nansiyem begitu berwibawa hingga tangis itu tidak jadi runtuh membasahi pipi anak kecil itu. Dan begitu Mr. Rigen datang, datang perintah berikutnya.
"Cepet ulek sambelnya, Pak. Tahu-tahu kok sudah siang, lho. Sida kapiran tenan, Bapak ini nanti."
Saya yang duduk di kursi rotan di gang dekat dapur merekam itu semua dengan asyik. Dalam bulan ini sudah dua hingga tiga kali saya terlibat dalam pembicaraan tentang hak asasi wanita, jam kerja wanita, upah wanita, tidak adilnya masyarakat memperlakukan wanita. Melihat gerak-gerik dan nada dan irama Ms. Nansiyem menguasai dunia perdapuran, suami dan anaknya, makalah yang bagaimana lagi yang bisa ditulis tentang wanita?
"Ms. Nansiyem!" "Dalem, Pak!" "Kowe tahu arti emansipasi wanita?"
"Apa, Pak?"
"E-man-si-pa-si wa-ni-ta."
"Oo, eman-eman wanito, to, Pak. Lha, ya sepantesnya dieman-eman to, Pak., tiyang wedok niku...."
"Heesy, Bune, Bune. Mbok kamu jangan keminter, sok pinter, gitu, to. Matur bares, terus terang, sama Pak Ageng. mBoten ngertos, Pak."
"Nah, rungokna, dengarkan baik-baik...."
Maka sebagai pembela hak asasi wanita, sebagai pengagum wanita, saya pun lantas menjelaskan apa makna emansipasi wanita itu. Pokoknya saya jelaskan kalau emansipasi itu artinya bebas dari belenggu penindasan. Penindasan siapa? Tentu penindasan suami, penindasan keluarga sendiri. Perempuan selalu disia-siakan, wong wedok disia-sia, diperlakukan tidak adil. Dan sebagainya lagi.
Selesai menjelaskannya begitu saja diam. Mengamati wajah trio anggota kitchen cabinet itu. Mereka menatap saya dengan wajah melongo. Mungkin sedang mencoba mencerna kuliah saya yang sangat bermutu dan canggih itu. Ah, mereka tidak menyadari bagaimana beruntung mereka punya majikan priyayi Korpri, elite birokrasi seperti saya. Tidak semua pembantu dapat privilese keistimewaan, mendengarkan kuliah yang begitu bukan? Kuliah yang akan membuat mereka batur-batur yang progresif dan berwawasan luas! Tiba-tiba seperti orang yang baru lepas dari hipnotis mata mereka membelalak melihat kepada wajan di kompor. Asap mengepul. Bau gosong.
"Matik aku, Pakne. Bandenge gosong, bandenge gosong. Cepet, cepet, angkat, Pakne. Minyaknya dibuang, wajane digrujug air!" Dengan sebat trio saya itu cak-cek membereskan krisis sebentar itu. Bau asap gosong memang masih terasa, tetapi suasana sudah mulai tenang kembali. Celaka, sedikitnya ada empat bandeng yang menjadi areng, gosong. Malam nanti makan apa?
"Pripun kalau begini, Pak."
"Lho, kok pripun?"
"Gara-gara Bapak ndongeng ngeman-eman (menyayangi) wanito bandengnya gosong sedaya. Bukan salah saya, bukan salah saya, Pak." saya tertegun melihat rasa bersalah menguasai wajah Ms. Nansiyem.
"Terus nanti malam Bapak harus dahar apa, coba? Tanggal tua anggarannya sudah menipis? Makanya kalo orang baru kerja itu, Bapak jangan ngganggu, to. Lenggah saja sing eca. Sudah, nanti malam manggil sate saja, nggih!"
Wah, di depanku bukan lagi Ms. Nansiyem anak buah Mr. Rigen dalam kitchen cabinet. Di depanku adalah Madam Rigen yang ambil inisiatif merigenkan semuanya. Dan kami yang ada di depannya manggut-manggut manut beliau belaka.
Eman-eman wanita, eman-eman wanita. Eman-eman bandenge gosong sedaya.... (sayang bandengnya gosong semua)
22 Desember 1987
NB: Seperti halnya salah satu episode film kartun Spongebob Squarepants, dimana terjadi perdebatan sengit tentang siapakah yang paling hebat antara hewan darat dengan hewan laut. Pada akhirnya akan sia-sia mendebatkan itu. Kenapa tak mencoba berjalan beriringan saja?
Lagian, ngeman-emani wanita yang kita sayangi kan suatu keistimewaan sendiri tho? Eman-eman kalo tidak di eman-emani!!! (Sayang kalo tidak disayangi) Labels: cinta, ndeso, sawang-sinawang hidup, sugih tanpa banda
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 2:44 AM  |
|
|
|
|
|
Kisah Pembalut Masuk Freezer |
Ketololan manusia memang seakan tak ada habisnya. Dalam urusan ketololan dan kebodohan, manusia bahkan makin intens berkreasi. Sampeyan lihat tho acara-acara di televisi? Makin tolol acaranya makin laku. Nggilani tenan. Karena saya juga nonton tivi dan melek dunia hiburan saat ini, maka ndak heran saya makin bego bin sontoloyo.
Ceritanya begini. Ini terjadi saat bini berkunjung ke ternate minggu lalu. Istri saya itu kalo kemana-mana selalu membawa pembalut wanita terutama di tanggal-tanggal suspect menstruasi. Jangankan bepergian jauh, ngantor saja beliau membawanya. Entah bagaimana ceritanya saat dia pergi ke ternate menyeberangi lautan dengan pesawat terbang kok ya dia ndak membawa pembalut cadangan.
Maka begitu sampai di ternate saya diberi mandat agar segera mengamankan stok logistik istri saya dengan mampir ke supermarket sehabis ngantor untuk membeli pembalut. Ada cerita lucu saat membeli pembalut itu. Mbak penjaga kasirnya kan kenal saya maka dia menggoda saya, mungkin beliau ndak tahu kalo saya sudah beristri sehingga heran ketika mendapati saya tengah membeli pembalut wanita dan lalu meledek saya.
"Lho mas ini kok beli pembalut wanita segala. Buat apaan mas?"
 Lantaran saya lagi males dan sewot lantaran menderita penyakit lumpangen alias sariawan (yang kalau diucapkan oleh penderitanya akan menjadi "syariwawan") maka saya cuman menjawab sekenanya.
"Anu! Saya lagi demam... buat ngompres...."
Setibanya di rumah saya langsung menata belanjaan saya tadi karena selain membeli pembalut saya juga membeli minuman soda, margarin dan makanan kecil lainnya. Semua makanan dan minuman itu saya masukkan ke dalam kulkas.
Hari demi hari berlalu. Sampai kemarin sore baru geger. Bini saya yang tinggal dua hari lagi menghuni pulau ternate untuk lalu kembali ke gorontalo, mendapatkan menstruasinya. Tentu saja hal ini saya hadapi dengan senyum kecut. Nganggur je!!
Dan istri saya lebih panik lagi karena tidak menemukan pembalut wanita yang saya beli tempo hari. Istri saya, menyadari kebodohan saya menduga kalo-kalo pembalut yang saya beli itu ikut dimasukkan ke dalam kulkas bersama belanjaan yang lain, namun saat diperiksa tetap tak ditemukan. Akhirnya pasrah menunggu saya pulang kantor.
Sepulangnya saya dari kantor saya ikut bingung karena tak juga menemukan pembalut laknat tersebut. Setelah nyerah mencarinya, saya bermaksud mengambil es batu untuk membuat membuat minuman sirup. Dan (tepuk tangan) saya menemukan pembalut jimat milik istri saya tersebut. Dan tak tangung-tanggung saya menemukannya di dalam freezer!!!
Istri saya ngakak dan berujar: "Abang tanggung jawab kalo nanti muncul virus flu varian baru ya!!!!"
Labels: bini, cinta, ndeso
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 2:44 AM  |
|
|
|
| Friday, April 20, 2007 |
|
Saya VS Uang Plastik |
Siang itu sehabis bersantap siang, saya yang ngetem di meja kerja saya, dengan melipat tangan saya tidur-tidur ayam. Jam istirahat siang memang belum usai tapi tak ada tempat yang saya tuju sehingga meja adalah tempat yang senyaman ranjang di rumah. Orang kantor masih sepi hanya beberapa bujangan yang memang tak perlu pulang ke rumah -toh ndak ada yang menunggu- tengah bermain game di depan PC masing-masing.
Saya tengah bermimpi indah. Dalam mimpi itu saya tengah menlepon Tamara mBlezeki. Saya tengah menghiburnya di tengah kemelut keluarga yang ia hadapi. Tiba-tiba jaringan ponsel error. Suaranya terdengar jelas namun kayaknya suara saya tak bisa didengar oleh Tamara. Dia memanggil-manggil nama saya.
"Mas!!! Mas!!! Mas......."
Aaarrgghh.. Rupanya cuma mimpi. Saat membuka mata, bukannya Tamara yang membangunkan saya dengan suara 1 oktaf lebih melengking dari tukang minyak keliling. Namun seorang mbak-mbak berbaju rapi dan di tangannya penuh kertas brosur.
"Maaf, mas...! Maaf saya mengganggu sebentar"
Roh saya yang baru terkumpul setengahnya hanya memasang pandangan bengong sambil sibuk mengelap air liur saya yang kemana-mana. Lalu saya tanya ada apa sih kok tega mengganggu siesta saya kali ini.
"Mas, maaf... kok kantor sepi ya? Kebetulan saya dari Bank Kura-kura mau mengadakan promosi kartu kredit"
"Waduh mbak.. Jam segini ya pada pulang, setengah jam lagi baru pada datang!!"
"Oh! Kalo begitu saya tawarkan ke mas saja"
"Waduh! Bukannya apa-apa, mbak... saya ndak tertarik punya kartu kredit, soalnya hutang kok dibikin prestisius dan berkelas, kata ibu saya yang namanya hutang ya hutang."
"Lho Mas salah! Kartu kredit memang kalo sekilas mirip dengan hutang tapi dilihat dari kegunaannya akan sangat membantu mas, apalagi banyak barang yang di jual di toko yang akan mendapat potongan harga jika menggunakan kartu kredit kami."
Saya tahu itu. Lagian buat apa kejebak diskon jika kita tahu harganya sudah dinaikkan terlebih dahulu? Namun si mbak-mbak ini menjelaskan detil kegunaan kartu ATM seolah-olah saya ini monyet yang sedang dikenalkan dengan benda bernama celana. Saya cuman menangkap sedikit dari kata-katanya, maklum saya masih ngantuk.
Setelah lima belas menitan menjelaskan, mbak itu akhirnya melakukan penutupan dengan kalimat:
"Jadi gimana, mas? Mo aplikasi sekarang?"
"Eh... Opo? Aplikasi opo, mbak??"
"Kartu Kridit Mas...."
Saya lalu bercerita tentang konsumen sebenarnya sangat dicurangi dalam penghitungan bunga bank. Saya tahu akuntansi, saya tahu trik agar nominal suku bunga kecil namun kalo dilihat dari jumlah uang yang harus dibayar akan sangat besar. Ya, sekejam-kejamnya penipuan kan penipuan yang dimana si korban tak sadar kalo tengah ditipu.
Sebenarnya antipati saya terhadap uang plastik itu benar-benar menggelegak lantaran beberapa malam lalu menonton acara OPRAH yang edisi "America's Debt Diet". Dimana di situ diberikan trik dan nasehat untuk lepas dari jeratan hutang akibat kertu kredit.
Dasar tukang kecap, dalam lima menit si mbak dari bank tadi malah melongo mendengarkan saya yang mungkin sangat micara dan cas cis cus serta mungkin saja si mbak mbatin: "Oooo orang ini bukan monyet ternyata!"
Akuntansi moderen memang memungkinkan seseorang yang mempunyai hutang 1 miliar namun masih bisa mengakui bahwa dia mempunyai pendapatan lima juta per bulan. Dan dia masih bisa tampak borju bin klimis.
Akan halnya saya? Ratusan juta rakyat Endonesia belum pernah liburan ke Phuket, Thailand. Jutaan rakyat belum pernah makan mewah di hotel atau restoran mewah. Jutaan masih bingung dengan konsep uang plastik sampai ada yang mengira uang seratus ribuan yang berbahan plastik bergambar Bung Karno adalah langkah awal Endonesia mengenalkan uang plastik.
Sampeyan boleh saja bilang sudah pernah jalan-jalan keliling dunia. Atau punya mobil yang hanya ada 2 buah di Endonesia. Saya terima dengan lapang dada. Itu karena yang bernasib sama dengan saya lebih banyak dari orang-orang semacam anda.
Bolehlah sampeyan bergelar sebagai orang yang satu-satunya dalam hal ini itu. Saya mau beramai-ramai saja. Karena saya tak suka sendirian. Saya tak sudi kesepian. Jadi saya malah seneng kalo ketemu orang di jalan yang mempunyai kaus oblong yang sama dengan saya.
Ndeso beneran saya ini, ya??!!
Labels: ahli, moderen, ndeso, sugih tanpa banda
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 9:38 PM  |
|
|
|
|
|