| Sunday, September 02, 2007 |
|
Jalan-jalan Ke Buli, Halmahera Timur |
HARI kamis lalu saya bersama kepala seksi saya dinas ke buli, sebuah desa di Kabupaten Halmahera Timur. Tujuan kami tak lain tentu saja hanya mau melakukan pemeriksaan sebuah perusahaan tambang di sana. Berikut ini ceritanya.

Buli, adalah desa yang hadir dan berkembang karena adanya perusahaan tambang disana. Penduduknya multi etnis, baik penduduk asli, pendatang dari ternate, bugis, buton, gorontalo, jawa dan tentu saja etnis tionghoa ada disana. Untuk ukuran Indonesia Timur, buli termasuk rame. Tapi untuk ukuran sampeyan yang tinggal di jawa, buli itu neraka.

Ya, pusat keramaian di buli hanya pasar yang buka jam 9 pagi hingga jam 7 malam. Jalanan yang becek. Dan tentunya sepi.
Jam setengah 11 pagi hari kamis saya dan bos saya berangkat ke Buli menggunakan pesawat Trigana Air. Perjalanan hanya 20 menit. Alhamdulillah cuaca lagi cerah. Turun dari pesawat, feeling saya mulai gak enak. Bayangkan saja kalo sampeyan turun di pesawat kayak turun dari angkot pas musim hujan. Bandara apa ini? Kok becek???
Celana dan sepatu saya penuh lumpur. Ponsel saya hanya menunjukkan satu - dua bar tanda daerah bandara Buli ini miskin sinyal. Saya dan Kasi saya benar-benar buta arah dan transportasi menuju daerah tambang yang kami periksa. Beruntung kami berjumpa dengan (sebut saja) BapakMaman Sumaman, pegawai PT Aneka Tambang yang kebetulan sedang menjemput tamu.
Dengan bahasa sunda yang terpatah-patah saya mencoba menanyakan kemungkina transportasi yang paling efektif menuju Perusahaan Tambang yang hendak kami periksa. Efek Psikologis yang saya harapkan terjadi juga.
Begini, menurut sampeyan nama Maman Sumaman yang terpampang di name tag itu nama orang mana? Otak saya langsung menangkap bahwa nama seperti itu atau Dadang Sudadang atau Cecep Gorbacep adalah orang sunda. Dan seperti jutaan perantau lainnya akan sangat senang jika perasaan kerinduan akan kampung halaman ada yang menyentuhnya. Hasilnya?
"Bapak naik bis bandara dulu nanti mintya turun di PT Antam, dari sana saya akan antar Bapak-bapak. Soalnya mobil kami penuh jadi kita bertemu di sana saja, Oke, Pak?"
Senyum saya melebar...

BULI, Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur adalah sebuah desa kecil yang termasuk rame untuk ukuran desa di pulau Halmahera. Saya akui saya berharap terlalu banyak saat hendak berkunjung kesana. Saya terlalu antusias dengan kata "rame".
Transportasi darat adalah cobaan terberat saat saya bersama Kasi saya yang telah saya tulis di sini. Hanya mobil-mobil yang terpilih yang bisa bertahan di jalur darat Buli yang semuanya bagai jalur off road. Mobil yang paling banyak saya jumpai disini adalah mobil Mitsubishi Strada. Ya, butuh performa mesin yang bukan main-main untuk bisa melalui jalanan di sana.
Lebih terkejut lagi ketika saya sampai di pusat kota Buli dimana mobil yang dipakai untuk transportasi umum antar kota seperti Buli - Subaim - Sofifi (calon Ibukota Propinsi Maluku Utara) kebanyakan bernilai 500 juta ke atas! Jarak Buli dengan Subaim yang berjarak kurang lebih 40 km harus ditempuh selama 4 jam!! Bayangkan jika sampeyan menggunakan mobil ceper bermesin melempem?!
Ongkos mobilnya juga gak baen-baen. Untuk trayek Buli - Subaim kita harus merogoh kocek Rp. 200 ribu! 40 km seharga 200 ribu??? Dan Subaim - Sofifi harus keluar uang kurang lebih 300 ribu lagi itupun harus ditempuh selama 5 jam pula!

Perjalanan darat adalah alternatif kami berdua untuk pulang ke ternate karena penerbangan baru ada hari selasa minggu depan. Dari Buli kami berencana Ke Subaim lalu nyambung ke Sofifi. Dari Sofifi kami berencana naik speed boat menuju Ternate. What a plan!
Anda mengeluh jalanan berlubang atau rusak? Ndak malu sama penduduk pedalaman? Kita sama-sama orang Endonesia lho....Labels: moderen, ndeso, pajak, sawang-sinawang hidup
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 12:03 AM  |
|
|
|
| Tuesday, July 17, 2007 |
|
Membuat NPWP untuk kepentingan umat |
Sepulang shalat jumat beberapa minggu lalu dan makan siang, saya kembali ke kantor. Kantor masih lengang hanya nampak beberapa orang. TPT (tempat pelayanan terpadu, tempat utama pelayanan terhadap Wajib Pajak) masih tutup. Saya lihat ada seorang bapak-bapak berjenggot panjang mondar-mandir didepan meja TPT. Bapak tersebut saya samperin.
"Ada perlu apa, pak? Barangkali bisa saya bantu?" tanya saya sesopan mungkin.
"Kok belum ada orangnya, mas?" jawab beliau, bukan jawaban atas pertanyaan saya tadi.
"Oh, soalnya masih jam istirahat, maklum hari jumat.... mungkin baru selesai shalat jumat, mau ketemu dengan siapa?" jawab saya lagi.
"Ooooo.. ini, saya mau bikin NPWP, mau nanya syarat-syaratnya!" jawab bapak tersebut, lagi-lagi tidak sinkron dengan pertanyan saya.
"Hmm... NPWP untuk Orang Pribadi atau untuk Badan, Pak?
Gusti Allah juga Maha Humoris ternyata. Saya yang dari pagi bermuram durja diberikan hiburan yang tak terduga. Sang bapak tadi yang merupakan pimpinan sebuah organisasi sosial keagamaan yang hendak membuat koperasi menjawab:
"Insya Allah untuk kepentingan Umat, mas...."
Alhamdulillah... Hari ini benar-benar indah! Huahahahahaha...
Keterangan: ditulis 08 juni 2007 di blog intranet pajak namun baru dipindah disini sekarang. kok postingan ini kayak penyuluhan perpajakan yang terselubung ya?? hahahaha..
Labels: pajak, sawang-sinawang hidup
baca selengkapnya..
|
|
ditulis oleh
bangpay
@ 4:51 AM  |
|
|
|
|
|