Posting kali ini menjawab pertanyaan seorang teman yang minta definisi kebebasan menurut versi saya. Ha ini jelas dagelan. Saya itu siapa? Budayawan, sosiologis atau psikolog juga bukan lho... Ha kok terus disuruh mendefinisikan sesuatu. Ning daripada temen saya itu ngambek dan ngancem akan mbatalin skripsinya karena mentok ide, ya saya usahakan sebisa saya.Karena yang diminta adalah menurut versi saya, maka akan saya pinggirkan semua referensi. Jadi gak akan ada kutipan dari manapun. Murni menurut lambe saya saja. Jelas tho kebenarannya amat teramat diragukan.
Saya mau bicara tentang kungkungan. Kungkungan itu kan tujuannya agar kita terbatasi dalam melakukan sesuatu. Kungkungan bisa berarti perintah, anjuran, larangan, tata krama, sopan santun, etika dan sebagainya. Hal ini tidak semua kungkungan bernilai negatif. Bahkan banyak yang positif saya kira.
Kebebasan itu bukan sesuatu yang real sebenarnya. Saya bukan orang yang percaya bahwa manusia memiliki free will dalam kehidupan, ha wong dia dilahirkan ke dunia apa itu kehendak saya? Nah makanya kebebasan yang ada juga kebebasan roso. Kebebasan yang berwujud perasaan bebas. Kenapa saya disebut perasaan? karena perasaan bisa mengedit banyak hal. Jangan-jangan kita semua sebenarnya sedang mengalami ketakutan dan kesedihan yang sangat besar namun perasaan kita bisa membungkusnya dengan berbagai cara sehingga cuma kadang-kadang saja kita merasa pingin menangis tanpa tahu kenapa.
Artinya kebebasan yang bisa kita wujudkan hanya dalam kadar dan batas tertentu saja. Kita menafikan banyak hal yang sebenarnya begitu memenjarakan kita dengan banyaknya aturan bawah sadar sehingga kita tidak merasakan terkungkung.
Orang yang berani berpose syuur dengan anggapan dia merasakan kebebasan berekspresi sesungguhnya sama terkungkungnya dengan para demonstran yang memprotes pose-pose tersebut. Tekungkung dalam hal pemujaan jasmani yang sama. Yang satu menganggap jasmani tidak boleh dijor klowor alias dipertontonkan begitu saja, di lain pihak menganggap tubuh adalah keindahan tersendiri yang bisa diapresiasikan atas nama seni. Dua pihak itu sama-sama terkungkung.
Coba sampeyan hidup di hutan sendirian gak usah pake baju, gak usah mandi dan sebagainya. Apa saudara bakal menemukan kebebasan? Kayaknya deh. Karena anda masuh terkungkung dalam banyak hal. saudara harus mau gak mau tetep kudu bernafas. Saudara harus berjalan dengan kaki, bukan tangan atau lidah.
Ilustrasi diatas mungkin bisa menunjukkan bahwa apa yang kita kejar-kejar sebagai kebebasan ternyata adalah "penjara" yang lain lagi. Begitu seterusnya hingga anda kelelahan mengejar yang namanya kebebasan. Selama anda masih membutuhkan jasad anda, bukankah anda masih terkungkung? Dibatasi oleh keterbatasan jasad manusia yang gak bisa terbang atau bernafas dalam air.
Jadi apa hakikat kita? Pencarian. Pencarian atas Yang Maha Bebas. Kita takkan benar-benar masuk kategori bebas karena sifat bebas itu sendiri bukan kita yang menciptakan.
Ibarat kata, kelereng di hadapan matahari akan nampak bukan apa-apa, bahkan bisa dibilang tiada! Itu saking besarnya matahari. Lalu apalah kita di hadapan Sang Maha Besar dan Maha Bebas?