Hari Minggu kemaren setelah badan saya agak mendingan setelah diterjang badan kumatnya malaria saya memotong rambut yang mulai kedodoran (gondrong tidak, cepak apalagi!). Ya malaria memang menjengkelkan, bisa kumat lagi meski sudah lama sembuh. Bahkan konon meski sudah empat tahun tidak kambuh, malaria memang masih bisa menerjang lagi.
Dari kecil saya sudah akrab dengan dunia tukang pangkas rambut. Saya tahu tak semua orang pergi memotong rambutnya ke tukang pangkas rambut benar2 untuk merapikan rambutnya. Kebanyakan dari mereka hanya iseng dan gak ada kerjaan. Ha wong di tukang pangkas rambut itu bisa ngobrol apa aja kok dengan bebas. Kalo nongkrong siang2 di pos ronda ntar dikira tukang nganggur, lha kalo disini kan gak ada tudingan miring!
Saya memang ndak suka dipotong rambutnya oleh perempuan atau setengahnya (waria), entahlah, mungkin karena sedari kecil saya terbiasa bercukur di barber shop yang di indonesia kebanyakan tukang pangkasnya adalah laki2, maka saya hanya merasa nyaman dipotong rambutnya oleh laki2.
Juga saya ndak suka bau salon, salon dan rumah sakit adalah dua tempat yang saya kurang suka aromanya. Jangan tanya kenapa, ha wong saya sendiri gak paham kok! Mungkin memang saya digariskan untuk hidup ndlosor bareng kawula cilik kali ya? Ayak!
Sayangnya setelah dinas di ternate saya tidak bisa lagi ke barber shop hanya untuk iseng2, ha wong ongkosnya mahal (dibanding di kota lain). Di kota lain dengan uang di bawah sepuluh ribu kita bisa potong rambut dan plus killing massage. Killing massage adalah pijatan tambahan setelah cukur yang dilakukan oleh tukang pangkas dengan gaya kuli panggul, karena itu jangan berharap leher dan kepala anda digarap denngan lembut. Pokoknya harus sampai bunyi "regedheg!!! krek! krek! pletakkk!"
Betapa kangen saya dg tukang cukur saya dulu di kota purwokerto di samping supermarket RITA....
|
Slamet njeblug!! Jubule pada karo inyong. Purwokerto ne ngendi? Inyong Penatusan, nempel Pasar Kliwon.