Suatu hari saya mengunyah kerikil dalam nasi yang iya makan... Tak sabar, ia semburkan semua yang ada dimulutnya. bukan hanya kerikil yang terbuang, juga sesuap nasi dan lauknya. Yang tak saya sadari adalah nun jauh disana ada seorang ibu sedang mencuci beras dan saat ada beras yang terjatuh, dia punguti butir demi butir. Yang tak saya pedulikan, bahwa lauknya yang berupa ikan laut itupun punya kisah... Bahwa jala yang robek meski kecilpun butuh perhatian dan konsentrasi khusus untuk menambalnya.... Yang tak saya mengerti adalah sebutir nasi itu tak bisa didapat dengan cuma menanam satu butir gabah. Butuh satu petak sawah minimal utk seseorang mau menanam padi. Dicangkulnya tanah.. diairi.. diberinya pupuk dan diawasinya tiap hari.... Yang terlewatkan saya adalah kisah sang ikan hingga bisa sampai ke piringnya. Bisa saja ada jauh disana seorang laki-laki dengan berat hati meninggalkan keluarganya demi melaut. Kecemasan sang istri menunggu sang suami. Rasa rindu anak-anak. badai dan ombak yang membunuh. Hawa dingin yang menusuk. Nyawa yang diombang-ambingkan biaya sekolah sang anak, gincu sang istri, setoran buat mertua, dan rokok buat pelepas letih. Terkutuklah saya yang meludahkan makanannya.... Taukah bahwa di gudang-gudang beras banyak yang berebut mengumpulkan beras yang tercecer... butir demi butir... Taukah bahwa di tempat penjualan ikan ada saja yang mengumpulkan kepala ikan, isi perut ikan atau bagian sisa lainnya untuk makan malam? Belum lagi saya melewatkan cerita air yang digunakan utk memasak makanannya, gula, garam, MSG alias bumbu penyedap.... piring, sendok, bahkan tanah tempat Saya meludahkan makanannya.... Sekarang, bolehkah aku bercerita tentang apa yang terlewatkan saat kita berkirim satu SMS? |